Mempertanyakan kembali definisi gua dan speleologi
Tulisan ini selesai karena saya tergelitik oleh sebuah pernyataan dari seorang ahli geologi di sebuah lembaga ilmiah yang mengusulkan untuk meredefinisi gua dalam rancangan peraturan pemerintah tentang ekosistem karst yang dipersempit menjadi “gua yang ada sungai bawah tanahnya”. Menurut saya, usulan ini lucu karena keluar dari representasi lembaga ilmiah yang notabene semestinya berpijak pada kaidah-kaidah ilmiah.

Ketika mempertanyakan lagi tentang definisi gua, tentu kita harus kembali lagi bagaimana speleogenesis sebuah gua dan mungkin akan terlalu jauh jika kita harus kembali ke 5-25 juta tahun lalu bagaimana asal masal limestone karst.

Sebenarnya malu menulis ini karena saya hanya berlatar belakang biologi dan bukan “ahli geologi”, karena saya hanya belajar geologi umum ketika semester 1 di Fakultas Biologi UGM. Namun, ada sebuah pernyataan yang cukup meyakinkan saya untuk menulis yaitu “tidak semua geolog” juga mengerti karst. Saya menjadi yakin ketika ada beberapa pernyataan geolog yang jauh dari “common sense” tentang karst dan gua serta peran dan eksistensi air di dalamnya.

Gua dengan sungai bawah tanah
Dalam peraturan menteri ESDM No.17 Tahun 2012 disebutkn bahwa, kriteria eksokarst dan endokarst tertentu seperti dalam Pasal 4, salah satunya adalah “memiliki gua yang membentuk sungai atau jaringan Sungai Bawah Tanah” (Pasal 4, Ayat 4, Huruf e).

Dan klausul ini diperkuat pada ayat berikutnya bahwa “bentuk endokarst sebagaimana dimaksud pada ayat 4 terdiri atas: Sungai Bawah Tanah dan/atau Speleotem (Pasal 4 Ayat 6). Sepertinya, pengertian ini yang akan digiring untuk masuk ke dalam rancangan peraturan tentang ekosistem karst dengan definisi gua yang hanya memiliki sungai bawah tanah.

Jika usulan untuk meredifinisi gua ini tidak terkawal, RPP Ekosistem Karst tidak ubahnya hanya sebuah produk hukum yang abai dengan kaidah keilmuan dimana definisi gua secara internasional oleh para ilmuwan telah jelas definisinya.

Jika gua hanya dibatasi oleh keberadaan sungai bawah tanah, bagaimana nasib gua-gua yang sudah ditinggalkan oleh sungai bawah tanah, atau gua fosil”? Gua yang sudah ditinggalkan oleh sungai merupakan gua yang sangat penting dari berbagai aspek keilmuan dan sekaligus sebagai habitat yang berfungsi penting dalam ekosistem seperti kelelawar dan burung.

Apakah jika gua yang tidak memiliki sungai bawah tanah tidak menjadi karakter kunci atau kriteria sebuah kawasan karst?

Wacana seperti ini ternyata tidak hanya tersirat di forum diskusi penyelesaian RPP Ekosistem Karst namun juga di sidang sengketa perizinan semen di Pengadilan Tata Usah Negara di Semarang, 29 September lalu. Salah satu lawyer, mempertanyakan apa itu gua fosil, teryata lawyer juga sudah tahu tentang istilah gua fosil. Kemudian saya jelaskan bahwa gua fosil adalah gua yang sudah ditinggalkan oleh sungai utama yang diakibatkan terangkatnya batuan akibat proses tektonik yang menyebabkan turunnya muka air sehingga sungai bawah tanah turun ke level gua dibawahnya. Kemudian saya dikejar dengan pertanyaan jadi, gua itu sudah tidak ada airnya ya pak?

Jebakan betmen nih pertanyaan, batin saya. Namun saya tidak terseret arus untuk mengkonfirmasi atau memvalidasi pertanyaan yang bisa menjadi pernyataan tersebut. Saya nyatakan bahwa di dalam gua fosil masih tetap ada air, dimana air menetes dari atas dan membentuk kolam-kolam kecil sebagai habitat fauna akuatik. Lainnya halnya kalau pertanyaannya apakah ada sungai bawah tanah di gua fosil? Saya mungkin akan jawab dengan tertawa saja.

Jadi, jika sekarang kita hanya bangga dengan keluar masuk gua, dengan tali temali dan alat bergelantungan di badan, ada kemungkinan kita masih dianggap tidak ada dan tidak berkontribusi nyata bagi karst Indonesia.

Kita bisa berkontribusi dengan data dan informasi speleologi melalui media publikasi atau melalui portal yang bias diakses siapa saja. Mari kita perkaya apa yang sudah ada di www.caves.or.id dan www.peta.caves.or.id dengan data dan informasi yang bisa melawan ‘hegemoni ilmuwan atas nama bentang alam karst’. Mari kita tunjukkan Speleologi Indonesia yang sebenar-benarnya.

(C Rahmadi)

Related Posts

Leave a Reply