Battle of yourself

Masyarakat Speleologi Indonesia terlahir melalui proses yang panjang, bukan satu dua hari tapi bertahun-tahun ketika teman-teman yang mempunyai kesamaan mencoba membuat langkah-langkah yang bisa memberikan arti dan manfaat speleologi bagi masyarakat, ilmu pengetahuan dan tentunya kelestarian karst dan gua.

Proses ini tentu dengan pertimbangan yang masak, melihat kondisi tekanan terhadap kawasan karst yang semakin kuat. Selain itu, juga melihat adanya ruang yang perlu diisi dengan beberapa bentuk kegiatan yang dapat menjadi wahana penempaan diri sebagai speleologist. Dari kegiatan itu, bisa menghasilkan sesuatu yang menjadi pengetahuan bagi kalangan penelusur gua, akademisi, peneliti, para birokrat dan masyarakat umum.

Beberapa teman di MSI bahkan sudah bertahun-tahun bersama masyarakat belajar bersama untuk memperkuat data dan informasi melalui kegiatan pelatihan survai potensi karst di daerahnya.

Ini bukan keputusan yang mudah, sebelumnya ketika Indonesia Speleo Gathering 2014 bergulir, beberapa rekan telah bertemu dengan dokter Ko untuk mengundang beliau di kegiatan ISG di Cibubur. Dalam beberapa diskusi di Cisarua, sudah mulai muncul pemikiran untuk membentuk satu wadah speleologi yang bisa mengisi ruang-ruang yang terabaikan. Kami masih tidak gegabah, meskipun dalam ISG kita mempunyai kesempatan untuk itu. Kami tidak ingin ISG dianggap menjadi “alat” untuk kepentingan segelintir orang.

Kami para inisiator ISG yang waktu itu hanya bermodal kerinduan tanpa modal sedikitpun bisa mengundang beberapa narasumber pro bono. Gerakan “gotong royong speleologi” inilah yang ingin kami dorong. Berbagai narasumber kami minta bantuannya untuk berbagi dengan teman-teman termasuk Ketua HIKESPI yang kami harapkan juga bisa ikut ambil bagian. Namun sayang, karena kesibukan akhirnya tidak bisa bergabung.

Dari ISG inilah kami menyadari, ada kebutuhan yang harus dipenuhi untuk menjawab hasrat kerinduan teman-teman dari berbagai daerah akan sesuatu yg lebih kongkrit dalam berperan untuk karst Indonesia.

Waktu berlalu, ISG Cibubur menjadi catatan penting dan terdokumentasi dengan apik di https://caves.or.id/ Proses ini kembali menguat ketika konflik pemanfaatan karst antara korporasi dan masyarakat semakin intens. Kasus Rembang belum tuntas, sudah disusul dengan pabrik semen di Pati. Proses di PTUN SEMARANG menjadi catatan semakin dibutuhkannya SPELEOLOG untuk berperan tidak hanya keluar masuk gua atau naik turun tali, tapi lebih jauh lagi bagaimana teman-teman mulai observasi, mendokumentasi, mencatat dan mengambil data dan informasi untuk diolah menjadi pengetahuan baru yang bisa dipertanggunjawabkan secara ilmiah.

Proses persidangan di PTUN ini menyadarkan saya, ketika saya menjadi saksi ahli speleologi ketika teman-teman hanya dianggap sekumpulan orang dalam klub yang tidak punya kerjaan, apa yang dilakukan tidak ilmiah.

Inilah yang mendorong perlunya suatu wadah yang punya LEGAL STANDING yang jelas, dan mempunyai kedudukan yang sama dimata hukum. Inilah tantangan terkini speleologi Indonesia.

Bukan saatnya lagi kita ribut untuk menunjukkan eksistensi, atau kita ribut hanya ingin kita menjadi satu-satunya di negeri ini. Perdebatan kita bukan antara kita sesama penelusur gua, pertarungan kita bukan antar kita yang sama-sama memakai helm Petzl, mengenakan harness dan berpegangan pada ascender dan bergantung pada croll.

Pertarungan kita adalah dengan orang-orang yang serakah mengeksploitasi karst untuk kepentingan jangka pendek.

Pertarungan kita adalah dengan keabaian kita pada masyarakat yang berjuang sendiri mempertahankan tanah leluhurnya.

Pertarungan kita adalah dengan keengganan kita berjuang untuk memudahkan akses masyarakat kepada sumber air.

Pertarungan kita adalah dengan keegoisan kita yang hanya ingin berfoto cantik dan ganteng di depan ornamen gua.

Pertarungan kita bukan dengan sesama kita yang ingin speleologi kita maju, bukan dengan orang yang ingin berbuat baik untuk karst, bukan dengan teman yang hanya sekedar ingin buat peta sebaran gua, bukan pula dengan orang yang ingin melek speleologi, bukan dengan sekerumunan orang yang berdiskusi bagaimana wisata gua di Indonesia menjadi lebih baik.

Musuh utama kita adalah orang-orang yang lalai, abai dan serakah mengeksploitasi setiap jengkal karst yang menyimpan air di epikarstnya, yang mengalirkan air di celah rekahan dan meneteskan air di rongga gua yang menyusun sistem sungai bawah tanah dan keluar menjadi mata air.

Musuh utama kita ada diri kita yang egois dan yang hanya mementingkan eksistensi kita.

Marilah saling memback up, bukan saling menjatuhkan, karena bagaimanapun anchor kelestarian karst Indonesia ada pada kita, para SPELEOLOG Indonesia yang luar biasa.

mari berjuang

‪#‎speleologyforsociety‬

Dr. Cahyo Rahmadi, Presiden Masyarakat Speleologi Indonesia

Related Posts

Leave a Reply