Diskusi: “Melawan Kuasa Para Profesor: Politik data, praktek media dan skandal penyusunan AMDAL dalam kasus Kendeng Utara”
Lokasi: Ruang publik area depan (bawah pohon beringin) di Jagongan Media Rakyat 2014, Jogja National Museum
Waktu: Sabtu/25 Oktober 2014, Pukul 15.00 WIB
Kajian ilmiah menempati posisi penting dalam skema proyek industri ekstraktif saat ini. Banyaknya gerakan perlawanan terhadap trend perusakan membuat isu lingkungan menjadi perhatian penting bagi pelaku industri. Melalui serangkaian kegiatan kajian ilmiah dan proses uji publik, penelitian ilmiah dilakukan untuk menghasilkan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai prasyarat pengerjaan sebuah proyek skala besar. Namun pada kenyataannya banyak hal-hal yang dilakukan tidak menunjukkan segi keilmiahan kajian tersebut, seperti yang terjadi dalam kasus rencana pembangunan pabrik semen di Pegunungan Kendeng Utara.
Pertama, penyusunan AMDAL yang tidak partisipatif. Logika birokrasi yang melekat pada pemerintahan di kabupaten yang ngebet ingin membangun pabrik semen mengakibatkan penyusunan dokumen AMDAL hanya terbatas pada elit-elit warga yang sepakat dengan rencana pembangunan pabrik tersebut. Mereka yang kritis terhadap rencana maupun mekanisme penyusunan data harus rela terpinggirkan dalam proses ini.
Kedua, penghilangan data-data penting. Kajian AMDAL sebagai produk studi ilmiah harusnya berada pada posisi netral untuk memberikan gambaran utuh mengenai situasi sebelum dijalankannya sebuah proyek. Namun dalam prakteknya beberapa temuan penting mengenai situasi bentang alam harus dihilangkan untuk tidak memberik kesempatan penggagalan proyek industri tersebut. Seperti yang terjadi pada kasus AMDAL Semen Gresik di Sukolilo (2008) dan AMDAL Semen Indonesia di Rembang (2014).
Ketiga, keangkuhan kalangan akademisi. Bermodal pengamatan teoritis dan klaim-klaim netralitas, para akademisi yang terlibat dalam penyusunan AMDAL menjadi juru bicara dari pihak pabrik semen. Keangkuhan ini masih terus ditunjukkan walaupun sudah berkali-kali diperlihatkan data-data lapangan yang memperlihatkan kesalahan dari kajian AMDAL tersebut. Salah satu alasannya adalah data pembanding tersebut dibuat oleh mereka yang tidak kompeten dalam hal pengumpulan data.
Dengan latar belakang situasi tersebut menarik untuk didiskusikan mengenai beberapa hal:
* Bagaimana konstruksi historis keberadaan dokumen AMDAL dalam ranah politik lingkungan di Indonesia?
* Bagaimana posisi intelektual kampus dalam riwayat konflik Sumber Daya Alam di Indonesia?
* Bagaimana konsep ideal penyusunan AMDAL yang partisipatif?
* Bagaimana media alternatif berperan menyampaikan fakta lain diluar klaim keilmiahan kajian AMDAL?
Untuk itu kami mengajak saudara-saudara sekalian untuk terlibat dalam diskusi ini bersama:
– Gunritno (Koordinator Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng/ JM-PPK)
– Bosman Batubara (Biro riset Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam / FNKSDA).
– Mokh Sobirin (Direktur Desantara Foundation).
Salam Kendeng!
Cp: Aan (081226449446)