Karst Gunung Guha Perlu Dilindungi

Tambang kapur sudah mulai mendekat. Di balik gunung kondisinya sudah habis di tambang (Dok. Lawalata IPB. 2016)
Tambang kapur sudah mulai mendekat. Di balik gunung kondisinya sudah habis di tambang (Dok. Lawalata IPB. 2016)

Karst dan Gua merupakan laboratorium pecinta alam. Banyak yang dapat dipelajari, salah satunya mengetahui sumberdaya air yang terdapat di Gua. Data tersebut dapat menjadi bahan pertimbangan penetapan kawasan bentang alam Karst yang bermanfat bagi masyarakat setempat.

Minggu 26 Juni 2016, 5 mahasiswa pecinta alam Lawalata IPB melakukan penelusuran Gua Sibibijilan dan Gua Legok Picung (daerah Gunung Guha) di desa Sirnaresmi dan Tanjung Sari, Kecamatan Gunung Guruh dan Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi. Selain penelusuran, Tim juga melakukan pendataan biota gua, mengukur debit air sungai bawah tanah dan mengambil sampling air. Kegiatan yang berlangsung selama 3 hari ini merupakan simulasi Ekspedisi Karst Gombong Selatan yang akan dilaksanakan pada Agustus 2016.

Karakteristik Gua Sibibijian dan Gua Legok Picung merupakan bentukan gua yang didalamnya terdapat ornamen gua (speleotem) seperti stalaktit (bentuk ornamen yang menempel di atap gua), stalakmit (bentuk ornamen di lantai gua seperti terasering), gourdam (bentuk ornamen menempel di dinding lantai gua ), flowstone (bentuk ornament menyerupai air terjun menempel di dinding gua) dan sodastraw (bentuk ornamen menyerupai sedotan yang meneteskan air di atap gua). Bahkan di dalam Gua ini terdapat sungai bawah tanah yang mengalir deras.

Aliran air di Gua Sibibijilan berupa Resurgence yaitu air yang keluar dari bawah tanah melewati mulut gua. Setelah dilakukan pengukuran debit, Gua Sibibijilan memiliki debit air 137,48 liter/detik dan gua Legok Picung 5,95 liter/detik. Dengan aliran yang cukup deras, debit air Gua Sibibijilan juga dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk mengairi pertanian karena alirannya keluar mengalir membentuk sungai ke arah permukiman warga.

Menurut kang Fauzi yang tahu tentang Gua Legok Picung, aliran debit air didalam gua Legok Picung saat ini semakin mengecil. Menurutnya hal itu dikarenakan daerah disekitarnya dijadikan penambangan kapur. “Dahulu sebelum ada penambangan kapur, aliran air di gua Legok Picung sangat deras” kata Kang Fauzi.

Mengenal Biota Gua dan Pengukuran Kualitas Air
Keberadaan biota gua merupakan indikator hidupnya suatu Gua. Tidak mudah untuk menemukan biota karena kondisi Gua yang gelap gulita. Diperlukan ekstra kesabaran dan kehati-hatian dalam proses inventarisasi (pendataan) biota. Tujuanya agar biota tidak rusak yang mungkin disebabkan karena tidak sengaja terinjak.

Untuk menemukan biota, tim menggunakan metode Times Searching yaitu teknik pencarian berdasarkan penentuan waktu. Teknisnya tim menentukan titik awal lalu berjalan mengamati kondisi sekitar dengan interval jarak 10 meter, lama waktu pengamatan setiap stasiun selama 2 menit. Dengan total jarak pengamatan tidak kurang dari 250 meter di kedua gua, tim membutuhkan waktu 50 menit untuk pengamatan biota gua.

Setiap jenis biota yang ditemukan, tim mencatat nama biota, ukuran, jumlah, karakteristik tubuh dan lokasi ditemukannya. Ada biota yang dapat diketahui jenisnya secara langsung saat ditemukan di Gua. Bila tidak diketahui, tim menggunakan metode hand collecting untuk mengambil sampel biota menggunakan pinset dan botol tertutup yang diberi alhokol 70% untuk selanjutnya diidentifikasi lebih lanjut di laboratorium Biologi, Institut Pertanian Bogor

Berdasarkan pengamatan, di Gua Legok Picung terdapat sebanyak 6 jenis biota gua yaitu Amblipygy, Ikan, Kepiting, Kelelawar, Laba-laba, dan Arthopoda (hewan berbuku-buku). Amblipygy merupakan ordo dari kelas Arachnida yang banyak ditemukan di dalam gua di kawasan karst. Rahmadi (2008) menyatakan bahwa Amblypygi berbentuk pipih dengan capit yang berduri dan kaki depan yang termodifikasi menjadi indra perasa (antena), dengan mempunyai 3 pasang kaki yang digunakan untuk berjalan. Menurut Lasti (2013), Amblipygy merupakan biota yang banyak ditemukan di dinding gua. Seperti yang Tim temukan banyak Amblipygy menempel di dinding Gua Legok Picung. Sedangkan di Gua Sibibijilan sebanyak 4 jenis biota yaitu Scutigeridae (Famili), Jangkrik, Kelelawar dan satu biota yang belum diketahui jenisnya.

Proses pengukuran debit Air Gua Sibibijilan (Dok. Lawalata IPB, 2016)
Proses pengukuran debit Air Gua Sibibijilan (Dok. Lawalata IPB, 2016)

Untuk pengukuran kualitas air, tim melakukan uji kesadahan air karst. Sampel air diambil dari Gua Legok Picung, karena masyarakat menyatakan bahwa air Gua Legok Picung mengalir ke sumber air yang dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk air minum, mandi dan cuci. Hasil pengukuran menunjukkan kesadahan total 52,052 mg/L CaCO3. Ini menunjukkan kualitas air Gua Legok Picung masih layak digunakan sebagai air minum, karena menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/MEN.KES/PER/IX/1990 standar kesadahan air minum CaCO3 maksimal sebesar 500 mg/L.

Apa itu Kawasan Karst?
Berdasarkan Permen ESDM No 17 Tahun 2012, Kawasan Bentang Alam Karst adalah karst yang menunjukan bentukan eksokarst dan endokarst tertentu. Salah satu bentuk eksokarst yang terlihat dipermukaan yaitu mata air permanen dan telaga. Sedangkan bentukan endokarstnya yaitu Gua, speleotem, atau sungai bawah tanah. Tujuan ditetapkannya kawasan bentang alam karst adalah melindungi kawasan karst sebagai pengatur alami tata air dan mengatur pemanfaatan kawasan karst.

Bila dilihat dari bentukan yang terlihat dipermukaan, Gunung Guha termasuk kawasan karst. Hal ini didukung dengan adanya bentukan endokarst seperti gua, speleotem, mata air, dan sungai bawah tanah yang menunjukkan bahwa memang kawasan ini adalah bentang alam karst. Namun, statusnya sendiri kini masih belum dijelaskan oleh PEMDA setempat.

Kondisi Gunung Guha saat ini sudah dieksploitasi dengan adanya tambang batu gamping. Ditambah lagi adanya pabrik semen yang berlokasi sangat dekat dengan pagar rumah warga. Banyak warga yang meresahkan keberadaan pabrik semen tersebut dikarenakan warga sendiri sudah terkena dampaknya secara langsung seperti udara yang menjadi tercemar.

Aliran Air yang keluar dari mulut Gua Sibibijilan (Dok. Lawalata IPB, 2016)
Aliran Air yang keluar dari mulut Gua Sibibijilan (Dok. Lawalata IPB, 2016)

Harapan kami, dengan menghasilkan data debit air, pengamatan biota gua dan pengukuran kualitas air menghasilkan data yang dapat menunjang kelengkapan data Gua Sibibijilan dan Legok Picung menjadi Kawasan Bentang Alam Karst. Bahkan, bahwa sejatinya Karst sebagai laboratorium bagi kami untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh dalam perkuliahan dan dunia kepecintaalaman.

 

Aziz Fardhani Jaya
Mahasiswa IPB Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
Anggota Lawalata IPB

Related Posts

1 Response
  1. Mantap buat Lawalata Ipb. Terus lakukan eksplorasi ilmiah yg berguna bagi masyarakat. Bangun isu dan kepeduliaan masyarakat terhadap ekosistem karst dr hasil riset nya.

Leave a Reply