Ringkasan SpeleoTalks seri 9: CAVE DIVING: Into the Unknown World

Resume oleh Mirza Ahmad H.

Terus bergulir. Speleotalks telah memasuki seri ke-9, kali ini mengambil tajuk CAVE DIVING: Into the Unknown World. Moderator membuka speleotalks dengan salam untuk narasumber dan semua peserta. Kemudian disampaikan oleh moderator sebuah pra-wacana terkait tema yang akan dibahas serta memperkenalkan narasumber tunggal yang dihadirkan dalam seri ke-9 ini. 

Robin Cuesta adalah instruktur teknik penyelaman gua yang saat ini berdomisili di Indonesia. Dia mulai menjelajahi gua di Sulawesi sejak 2016, dan tidak pernah berhenti sejak saat itu. Semangat telah membawanya pada serangkaian perjalanan mengungkap gua-gua yang belum dijelajahi. Baru-baru ini Robin Cuesta membuka pusat pelatihan penyelaman gua dan juga membantu upaya mengembangkan minat dan pendidikan penyelaman gua di antara masyarakat setempat melalui Asosiasi Penyelaman Gua Indonesia.

Mas Robin ingin mengenalkan aktivitas penyelaman gua secara umum sebelum beranjak ke dalam bahasan yang lebih khusus mengenai penyelaman gua di Indonesia. Pemaparannya akan dibantu dengan foto-foto dan peta dari koleksi pribadi maupun banyak teman di Selandia Baru. 

Hal pertama yang perlu diterangkan di awal adalah apa sesungguhnya penyelaman gua? Dan bagaimana kita membedakan cave diving dari ocean diving serta motivasi yang melandasinya, hal-hal menarik di dalam dua aktivitas tersebut, serta risiko dan potensi bahaya yang mungkin dihadapi oleh cave diver. Selain itu dibahas pula kiat dan hal-hal yang perlu dilakukan untuk dapat menjadi seorang cave diver. Nyatanya banyak pelatihan yang harus dijalani oleh seorang calon cave diver. Dibahas pula sekilas sejarah penyelaman gua di Indonesia, setidaknya sejak 13 tahun yang lalu, bermacam eksplorasi  di Sulawesi Tenggara serta penjajakan atas berbagai kemungkinan kerja sama yang dapat dibangun bersama.

Mas Robin memaparkan bahwa penyelaman gua dapat dibagi berdasarkan kondisi lingkungannya; ada yang tidak dapat langsung diakses dari permukaan, gelap, dan memerlukan peralatan scuba. Seorang cave diver mutlak haruslah memahami fungsi kerja setiap peralatan yang digunakannya. Terdapat dua kelompok besar dalam penyelaman gua  yang dibedakan dari filosofi, peralatan, teknik, dan sebagainya: spring diving, masuk ke dalam air dari permukaan, relatif umum dan mudah. Kita dapat berkendara kemudian parkir dan bisa langsung mencebur siap menyelam; sump diving, memulainya dengan caving di gua kering dengan segala macam peralatan caving baru kemudian melakukan penyelaman di dalam sump. Jenis ini lebih memerlukan persiapan, peralatan, dan rencana yang lebih matang mengingat aktivitas ini sangatlah menantang sekaligus menarik. 

Kemudian paparan beranjak pada pembahasan mengenai “mengapa kita melakukan penyelaman gua?” Menurut Mas Robin, tentu jawaban pertama adalah karena hal itu menantang; memerlukan motivasi yang kuat; memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang mencukupi. Berefleksi pada dirinya sendiri, Mas Robin mengaku mengenal dan menaruh minat pada penyelaman gua setelah ia melakukan banyak aktivitas scuba diving. Bermula dari scuba diving di lautan dan baru kemudian bergeser ke dunia cave diving. Meski demikian, menurutnya, ada pula orang-orang yang memulainya dari aktivitas caving dan baru kemudian tertarik pada cave diving

Melanjutkan paparannya mengenai motivasi yang mendorong untuk dilakukannya penyelaman gua, Mas Robin kembali menyebutkan bahwa pada mulanya adalah semangat penjelajahan, hasrat memenuhi rasa ingin tahu, ingin menemukan tempat-tempat baru yang belum pernah dilihat orang sebelumnya. Semua itu menarik dan orang menjadi termotivasi. Dapat melihat langsung pemandangan yang menakjubkan menjadi alasan yang umum dikemukakan oleh mayoritas di antara mereka. Di sisi lain tidak sedikit yang terdorong melakukan penyelaman gua oleh kondisi tertentu dalam caving, misalnya di ujung penelusuran ditemukan sump sehingga situasi menuntut mereka untuk menyelaminya—setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian persiapan yang diperlukan. Ilustrasi tersebut menunjukkan posisi seorang caver yang akan beralih atau memperlengkapi diri untuk menjadi cave diver. Pada mulanya caving lalu diakhiri dengan cave diving. Sump yang menghadang dalam suatu penelusuran akan mendorong para penelusur gua untuk belajar, kursus atau mengikuti pelatihan penyelaman gua. Mas Robin menekankan betapa serangkaian pelatihan sangatlah diperlukan bagi seseorang yang akan melakukan penyelaman gua mengingat kondisi-kondisi di dalam penyelaman gua begitu variatif dan penuh risiko. 

Alasan lain yang kerap muncul adalah kemenarikan yang dimotivasi oleh segi geologi. Beragam keunikan terjanjikan akan menjadi pengalaman yang luar biasa dan menawan. Jika keunikan geologis di permukaan bumi sudah begitu indah dan spektakuler diasumsikan di bawah permukaan tentu dapat berlipat kali keindahannya, keunikannya. Kuriusitas pada segi biospeleologi juga menjadi alasan dilakukannya penyelaman gua. Ekosistem yang unik mungkin berpotensi menjadi habitat dari fauna maupun flora yang tidak kalah unik dan perlu diketahui. Mas Robin menampilkan foto seekor ikan kecil berwarna keputih-putihan yang difoto dalam sebuah perjalanan penyelaman gua di Binongko. Pulau Binongko adalah pulau paling terpencil di Kepulauan Wakatobi. Tidak ada mobil yang tersedia di pulau ini. Beberapa teman-teman Mas Robin juga sempat mengkaji variasi terhadap jenis ikan tertentu. 

Masih terkait dengan alasan yang mendorong terselenggaranya penyelaman gua, Mas Robin mengulas perihal kemenarikan arkeologis. Mereka yang termotivasi oleh segi arkeologis biasanya mencari peninggalan semacam keramik dan gerabah atau benda lainnya. Dikemukakan temuan peninggalan suku Maya oleh sekelompok cave diver dari Meksiko sebagai ilustrasi. 

Mas Robin bercerita mengenai komentar dan pandangan dari banyak temanya yang menganggap penyelaman gua sebagai wujud kegilaan. Mereka selalu bertanya, “Bagaimana kalau begini? Bagaimana kalau begitu?” Aktivitas penyelaman gua tidak banyak dilakukan oleh orang-orang sehingga pengetahuan dan informasi atasnya pun kurang memasyarakat. Gambaran yang tersampaikan dalam cerita itu digunakan sebagai jembatan untuk memulai pemaparan mengenai risiko-risiko di dalam penyelaman gua. Menurut Mas Robin, penyelaman gua itu sesungguhnya sangatlah aman, asalkan segala prosedur dilakukan. Kegiatan ini dapat saja disamakan dengan panjat tebing, pendakian gunung, dll. 

Keberadaan peralatan dan keterampilan dalam menggunakannya, termasuk dalam hal merawatnya, sangatlah penting dalam cave diving. Sebuah foto dengan papan peringatan ditampilkan sebagai ilustrasi. Mas Robin bercerita bahwa gua yang tergambar dalam foto itu berada di Meksiko. Banyaknya kecelakaan mendorong dipasangnya banyak tanda dan peringatan keamanan di bagian-bagian tertentu gua. Sekilas diungkap bahwa kecelakaan umumnya menimpa cave diver yang tidak mengikuti aturan dan tidak terlatih (biasanya tidak bersertifikat pula). 

Pelatihan cave diving tidaklah murah, demikian Mas Robin menerangkan. Lebih dari itu diperlukan kesabaran dan konsistensi dalam menjalaninya mengingat selain soal pengetahuan diperlukan pula pengalaman praktik. Berlatih dan berlatih. Banyak tahapan yang harus dilalui yang semuanya menuntut fokus dan loyal pada proses. 

Berikutnya diterangkan empat cara untuk bertahan hidup di dalam gua saat melakukan penyelaman gua. Empat cara itu disebut dengan istilah golden rules. Pertama, ikutilah training yang berkualitas, yang bagus, … para trainer menghabiskan banyak waktu untuk menciptakan serangkaian pelatihan yang berkualitas. Sekilas disinggung perihal profesi Mas Robin yang juga seorang pelatih kepala atau mungkin sekelas master (?) untuk cave dive. Disinggung pula mengenai kemungkinan akan diadakannya suatu pelatihan cave diving yang diorganisir oleh ISS. Serangkaian pelatihan berkualitas diperlukan karena dengannya kita dapat dengan sadar mengenali ambang batas dan keterbatasan lain yang berkaitan dengan keselamatan dalam berkegiatan. 

Aturan kedua, peralatan haruslah memadai, baik secara jumlah maupun ragam jenisnya termasuk kualitasnya. Alat penerangan harus selalu disiapkan cadangannya, meliputi pula peralatan lainnya. Semua peralatan haruslah mendapat perawatan yang baik, termasuk dalam hal penyimpanannya. Semua itu mutlak adanya. Aturan ketiga perencanaan oksigen dalam tabung. Bukan hanya mengenai jumlah yang diperlukan tetapi juga meliputi manajemen lainnya. Harus selalu diingat bahwa dalam setiap perjalanan penyelaman gua selalu diperlukan oksigen di dalam tabung yang akan dipakai untuk masuk, untuk keluar, dan untuk cadangan. Prosedur keamanan harus konsisten dijalankan demi keselamatan. Mas Robin menyampaikan bahwa dalam urusan oksigen itu kita harus menjadi seorang konservatif. Jika terjadi sesuatu terkait oksigen tentu kita akan tertahan di dalam atau mati. Dan yang keempat, mengikuti jalur lintasan yang sudah dibuat merupakan salah satu cara menghindari ketersesatan.   

Paparannya berlanjut ke bagian cara menjadi cave diver. Menurut Mas Robin, untuk dapat menjadi seorang cave diver diharuskan mengikuti pelatihan dan bersertifikat, melatih keterampilan dan menambah pengalaman dan memahami scuba diving sebagai satu permulaan. Semua itu mutlak karena keselamatan cave diver bergantung pada penggunaan peralatan dan kesadaran atas risiko dapat membuatnya berhati-hati dan tidak panik dalam kondisi bermasalah. Demikianlah standar yang dijalankan oleh Mas Robin namun diceritakan pula bahwa ada golongan tertentu di Eropa yang tidak melakukan serangkaian prosedur ketat seperti yang disampaikan olehnya.

Terdapat empat jenjang dalam pelatihan cave diving, sebagaimana yang diterapkan oleh Mas Robin: 1. Cavern diver. Merupakan gerbang pembuka, atau bagian awal bagi pemula. Biasanya berlatih di area gua yang masih tertembus cahaya matahari serta mudah atau ringan; 2. Into to cave diver. Merupakan jenjang berikutnya, antara lain ditandai dengan dilakukannya pembahasan atas persoalan-persoalan yang kerap timbul dalam penjelajahan seperti masalah pada alat penerangan, kehilangan tali lintasan, atau problem pada tabung oksigen dan strategi yang dapat dilakukan saat berada dalam situasi darurat; 3. Full cave diver. Di tingkat ini dipelajari lebih jauh perihal lingkungan gua, persoalan-persoalan terkait navigasi, dan analisis kondisi lorong yang dikaitkan dengan faktor keamanan dan ketersediaan oksigen; 4. Tingkat advance training/DVP lebih banyak lagi mempelajari kasus-kasus dan pengambilan keputusan. 

Serangkaian kurikulum yang disampaikan dalam jenjang-jenjang pelatihan bukan semata untuk sertifikat tetapi harus dilihat esensi di dalamnya, memahami protokol. Tidak sedikit pelatihan berbiaya murah diiklankan yang sebenarnya tidak lebih dari paket wisata yang darinya tidak didapatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengatasi masalah dan segala macam hal yang tidak beres dalam penjelajahan.

Uraian berikutnya mengenai aktivitas penyelaman gua di Indonesia. Setidaknya terdapat tiga Negara yang menjadi hotspot penyelaman gua, yaitu Perancis, Meksiko, dan Florida. Dan kini Indonesia juga dilihat sebagai salah satu yang paling potensial setelah sebelumnya banyak yang mengunjungi Thailand, China, dan Filipina. Mas Robin melihat bahwa sejumlah besar gua yang ada dan potensi lebih besar dari area yang belum disurvei merupakan fakta spektakuler. Lebih dari itu, sebagian besar gua berlokasi di area yang relatif mudah dijangkau (mungkin maksudnya secara geografis dan politis yang di dalamnya termasuk hal-hal administratif) dibandingkan dengan Nepal dan Nikaragua yang juga besar potensinya. Selain itu, Mas Robin juga melihat Indonesia sangat dinamis dan terorganisasi. Umumnya penelusur gua memiliki keterampilan dan pengetahuan yang layak. Bagi Mas Robin situasi di Indonesia sungguh menakjubkan: area karstnya luas, guanya banyak, aktivitas penjelajahannya ramai, dan komunitas yang menggiatinya pun semarak. 

Menengok lintasan waktu, Mas Robin mencatat bahwa tahun 2007 menjadi titik istimewa dalam garis sejarah penyelaman gua di Indonesia. Ekspedisi LIPI di Sulsel dan Sultra yang melibatkan pula beberapa peneliti dari Perancis dan Spanyol adalah tonggak pertama. Lalu pada 2003 diadakannya eksplorasi di Kupang Timur oleh Australian Cave Divers. Di tahun ini pula awal kedatangan Mas Robin ke Indonesia. Pada bulan September ia tiba di Buton dan kemudian Wakatobi. Dan pada tahun 2016 dilakukan penjelajahan di Wakatobi dan Buton bersama teman-teman dari Bali dan Prancis. Mas Robin menceritakan awal terbukanya komunikasi antar-sesama cave diver yang berujung pada eksplorasi bersama. Disinggung pula segi menarik dari berbagai kerja kolaborasi dengan komunitas lokal yang dilakukan secara parallel maupun bersama; dan sejak 2016 itulah Mas Robin semakin banyak menerima informasi perihal siapa saja yang telah melakukan penyelaman gua di Indonesia, termasuk di antaranya teman-teman dari Thailand dan Singapura.

Perihal logistik menjadi tantangan tersendiri di dalam penyelaman gua. Bagaimana mengatur dan mengelola segala macam peralatan dan perbekalan dalam penjelajahan menjadi isu sentral yang disinggung oleh Mas Robin. Mengenai bagaimana manajemen tali, pengaturan personil, dll. Setidaknya setiap cave diver mengangkut sekurangnya 50 kg beban. Itu adalah angka minimal dengan mempertimbangkan bobot peralatan primer dan belum menghitung yang lain-lain. Adapun pada gua yang kompleks dimungkinkan terjadi penambahan beban berlipat ganda. Pada sump diving diperlukan pula tim pendukung, mungkin bisa mencapai 5-6 orang yang membantu sehingga teknik dan strategi penjelajahan pun menjadi semakin kompleks. Jika dipikirkan kembali tentu kita akan menggeleng-geleng kepala sambal berteriak: gila! Tetapi bukankah justru di situlah terletak kemenarikan dari penyelaman gua? Aktivitas fisik yang terbilang berat dan berada di bawah tekanan keadaan yang menegangkan sekaligus indah dan mendebarkan, menghabiskan banyak waktu bersama teman-teman. Proses memuat logistik menjadi part of the game yang selalu menarik dan terasa menyenangkan bagi Mas Robin. Sebuah foto ditampilkan. Terlihat proses persiapan di area mulut gua sebelum mulai penjelajahan di Buton Utara bersama teman-teman Selandia Baru dan Denmark. 

Ceritanya, sampai saat ini eksplorasi dan pemetaan masih terus berlangsung di area Buton Utara. Mas Robin kemudian membuka peta dari Google. Di area Sultra fokus aktivitasnya sampai saat ini. Wakatobi, Buton, dan Muna. Banyak sekali informasi gua yang telah dikumpulkannya dan menurutnya apa yang ditampilkan pada layar hanyalah sebagian kecil dari fakta lapangan. Matarombeo juga masih sangat berpotensi. 

Beberapa rencana juga disampaikan oleh Mas Robin. Mulai bulan depan sampai dengan akhir tahun ini, katanya, Sumsel, Sulsel, dan Papua barat akan ia datangi. Ia melihat mungkin akan kekurangan waktu di Papua Barat namun setidaknya kunjungan itu dapat dimanfaatkan untuk melihat lebih dalam potensi yang ada. Selain itu disampaikan pula olehnya rencana pembicaraan dengan Mas Cahyo perihal penjajakan kerja sama pelaksanaan pelatihan penyelaman gua yang mungkin perlu diupayakan bentuk adaptifnya sesuai kebutuhan di Indonesia.

Presentasi menarik yang disampaikan oleh Mas Robin selama lebih kurang empat puluh lima menit kemudian diikuti dengan diskusi dan tanya jawab yang jauh lebih menarik. Antusiasme peserta dalam tanya jawab dan diskusi yang secara lancar terjembatani oleh moderator mungkin dapat dianggap sebagai sebuah gejala yang menggembirakan serta memotivasi. 

Dokumentasi acara

Related Posts

Leave a Reply