Tim IMPALA Universitas Brawijaya melakukan ekpedisi Studi Kawasan Karst yang berada di kawasan Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum Kalimantan Barat, studi kawasan karst tersebut meliputi Pemetaan Gua dan Inventarisasi Fauna. Pada ekspedisi ini tim yang beranggotakan 6 orang singgah di Desa Tanjung Lokang, desa yang dihuni oleh masyarakat Suku Dayak Punan Hovongan, pada perjalanan ke Desa Tanjung Lokang dari Kota Putussibau membutuhkan waktu kurang lebih 9 jam dengan rute Puttusibau-Nanga Era-Nanga Bungan-Riam Bakang-Tanjung Lokang.
Perjalanan menuju Desa Tanjung Lokang tergantung pada kondisi Sungai Kapuas, jika sungai sedang surut karena kemarau akan memperlambat perjalanan menuju Tanjung Lokang. Motoris ces serta juru batu harus bahu membahu untuk menarik perahu ces dan jika air sedang pasang perjalanan akan semakin cepat dengan resiko jeram-jeram yang berbahaya. Disisi lain, perjalanan menuju Desa Tanjung Lokang mebutuhkan biaya yang cukup mahal. Rata-rata masyarakat Dayak Punan yang ingin turun ke Kota Putussibau harus menyiapkan anggaran sebesar 10 juta hanya untuk mempersiapkan bahan bakar minyak pulang dan pergi.
Ekspedisi yang bertajuk Heart Of Borneo ini mendata gua yang tersebar di Hulu Sungai Kapuas, gua yang memiliki eksotisme dan sejarah tinggi ini merupakan peninggalan dari leluhur Suku Dayak Punan Hovongan dilihat dari bekas-bekas tulisan nenek moyang serta beberapa gua yang dijadikan makam leluhur. Pada ekspedisi ini tim menemui Kepala Adat dan juga Temenggung yang memimpin suku dayak Punan Hovongan dengan tujuan meminta izin melakukan studi kawasan karst yang ada di perhuluan sungai Kapuas. Gua yang akan dilakukan penelitian adalah Diang Tolo, Diang Kumurun, dan Pu’un More. Ada beberapa Gua yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan penelitian antara lain Diang Bovoq karena dijadikan makam leluhur suku dayak punan hovongan.
Pada pemetaan gua yang dilakukan oleh IMPALA UB menerapkan grade 5B, dengan memetakan gua yang pertama yaitu Diang tolo, gua yang berada di area berbukitan Tolo ini memiliki banyak entrance yang terhubung satu sama lain, dalam pemetaan di diang tolo banyak menemukan fauna gua yang menjadi ikonik gua tersebut. Salah satunya adalah ikan Buta, ikan yang sudah bertransformasi hingga warna putih total, tinggal di kubagan atau sump dalam istilah caving pada lorong gua diang tolo yang airnya sangat jernih. Dalam pemetaan di gua Diang Tolo total menghasilkan 2,1km dengan total entrance terhubung sebanyak 6 entrance.
Selanjutya tim berpindah pada gua Lobang Duru/Pu’un More, gua yang berada pada perbukitan antara perbukitan tolo dan juga perbuktian Pu’un Putih. Dalam kawasan karst yang ada di TNBKDS ini memiliki beberapa perbuktian yang menjulang tinggi dan setiap perbukitan karst ada keberadaan gua. Dalam gua Lobang Duru/Pu’un More mempunyai karakteristik gua vertical yang berada di atas bukit tolo. Pemetaan ini menghasilkan peta gua tampak samping yang memiliki kedalaman 130meter dan terhubung dengan entrance horizontal Diang Tolo.
Gua terakhir yang dipetakan serta di data faunanya adalah gua Diang Kumurun, gua yang menjadi peninggalan nenek moyang suku dayak punan hovongan dilihat dari beberapa lukisan lama, di diang kumurun memiliki karakteristik gua vertical multipitch dengan kedalaman 50 meter dan memiliki beberapa chamber. Dalam ekspedisi Heart Of Borneo ini menghasilkan data 8 gua serta fauna berupa Chiroptera (Kelelawar), Arthropoda (laba-laba, jangkrik, kalacemiti, kepiting), dan Ikan Buta.
Kontributor : Iqbal Ramadhan Gustani