Pertanian dan Peternakan Hidupi Warga Satar Punda, Mengapa Harus Ada Tambang?

oleh Ebed de Rosary [Manggarai Timur] di 11 March 2021

  • Warga Desa Satar Punda, Manggarai Timur, seperti Isfridus, Klemens, bisa hidup cukup dan tenang dari bertani dan berkebun. Kini mereka was-was kala tambang batu gamping dan pabrik semen akan masuk ke desa mereka. Mereka khawatir kerusakan lingkungan makin parah, seperti, sumber air bersih hilang. Bahkan, kini kehidupan sesama warga tak harmonis karena ada pro kontra gara-gara kehadiran tambang.
  • Desa ini juga memiliki pemandangan indah hingga potensi menjadi tempat wisata. Di sekitar lokasi yang bakal jadi pabrik semen dan tambang batu gamping itu ada beberapa destinasi wisata unggulan, misal, wisata air Wae Pesi, Komodo atau Rughu di Sambi Rampas. Kemudian Danau Rana Tonjong, sungai bawah tanah di Cincoleng dan beberapa obyek lain yang belum tereksplor.
  • Pada 2015, laporan dari Universitas Harvard dan Greenpeace mengungkap soal kematian dini 6.500 jiwa dampak dari pencemaran PLTU batubara di Indonesia. Penyebab kematian, 2.700 jiwa kena stroke, 2.300 jantung insemik, 300 kanker paru-paru, 400 paru obstuktif kronik, 800 lain karena penyakit pernafasan dan kardiovaskular. Ini karena paparan SO2, NOx dan PM 2,5 ditambah hujan asam, emisi logam berat seperti merkuri, arsenik, nikel, kromium dan timbal. Ditambah prediksi kematian negara tetangga Indonesia, mencapai 7.100 jiwa.
  • Petrus Klau, Kepala Bidang Penataan dan Pemanfaatan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT kepada Mongabay Indonesia, mengakui, proses analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) tambang batu gamping Istindo sudah selesai.

Gerimis turun saat Isfridus Sota, warga Kampung Lengko Lolok, Desa Satar Punda, tengah di lahan pertaniannya siang itu. Hamparan hijau tanaman padi di hadapan kami. Bersama saudaranya, dia kelola lahan sekitar dua hektar untuk tanaman padi dan jagung juga mete.

“Saya sejak lahir tinggal di Kampung Lengko Lolok dan menggarap tanah warisan peninggalan orangtua. Saya menanam padi dan jagung serta jambu mete,” katanya. Jambu mete mulai panen dua tahun belakangan.

Ayah lima anak ini mengatakan, pada 1992 panen padi 60 karung dan cukup untuk konsumsi tiga tahun bersama keluarga. Kondisi berubah kini, dalam tiga tahun terakhir, mereka hanya mendapatkan hasil kadang 15 karung, bahkan kadang lima karung ukuran 50 kg.

Kalau jagung, katanya, bisa hasilkan 200 ikat. Satu ikat 24 batang. Padi dan jagung tidak mereka jual tetapi buat konsumsi sendiri. Jagung sebagai pakan ayam buras yang mereka pelihara untuk menambah penghasilan keluarga, sebagian konsumsi sendiri.

“Saya juga tanam kacang hijau dan kadang isteri tenun.”

Penghasilan dari mete 600 sampai 700 kg per tahun dengan harga Rp10.000 sampai Rp15.000 per kilogram kepada pembeli yang datang ke kampung mereka.

Selain itu, Isfridus juga memelihara sapi. Kini dia punya dua sapi. Sebelumnya, dia punya sampai tujuh induk sapi dan dari hasil ternak ini bisa membiayai sekolah anak dan memenuhi keperluan lain.

“Pertanian dan peternakan bisa membuat kami hidup layak. Kami tidak kesulitan membiayai kehidupan keluarga kami,” katanya.

Warga Lengko Lolok lain, Klemens Salbin pun mengandalkan pertanian sebagai sandaran hidup. Dia punya lahan empat bagian yang ditanami mete, kala musim hujan juga menanam padi dan jagung.

Salbin katakan, hasil dari bertani dan berkebun itu lumayan bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Dalam setahun, panen mete bisa hasilkan Rp3 juta-Rp4 juta untuk satu lahan saja.

“Dua lahan saya lainnya tidak ditanami dan satu lahan mete belum mengahasilkan. Untuk menambah penghasilan, kami juga menjual kayu bakar dari lamtoro yang banyak di kampung ini,” katanya.

Warga Desa Satar Punda, seperti Isfridus, Klemens, bisa hidup cukup dan tenang dari bertani dan berkebun. Kini mereka was-was kala tambang batu gamping dan pabrik semen akan masuk ke desa mereka. Mereka khawatir kerusakan lingkungan makin parah, seperti, sumber air bersih hilang. Bahkan, kini kehidupan sesama warga tak harmonis karena ada pro kontra gara-gara kehadiran tambang.

Isfridus, tak ingin tambang datang lagi. Sebelum itu, tambang mangan hadir ke desa mereka, dan meninggalkan lubang-lubang menganga dan sumber air mulai menyusut. Dia tak ingin kondisi jadi makin buruk.

Bekas dermaga mangan di Kampung Serise Desa Satar Punda,Kecamatan Lamba Leda,Kabupaten Manggarai Timur,NTT yang masih menyisahkan tumpukan mangan yang belum dibersihkan.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Potensi wisata

Desa ini juga memiliki pemandangan indah hingga potensi menjadi tempat wisata. “Sayang sekali Pemda Manggarai Timur tidak melihat potensi besar sektor pariwisata di Lamba Leda bagian utara yang bisa menjadi zona utama pengembangan pariwisata,” kata Flory Santosa Nggagur, Koordinator Koalisi Diaspora Manggarai Peduli (KDMP).

Flory mengatakan, di sekitar lokasi yang bakal jadi pabrik semen dan tambang batu gamping itu ada beberapa destinasi wisata unggulan, misal, wisata air Wae Pesi, Komodo atau Rughu di Sambi Rampas. Kemudian Danau Rana Tonjong, sungai bawah tanah di Cincoleng dan beberapa obyek lain yang belum tereksplorasi.

Kalau sampai ada tambang dan pabrik, maka destinasi wisata itu jadi sulit dijual. Tambang dan pabrik semen, katanya, sama sekali tak ramah sektor pariwisata.

“Ada tambang dan pabrik ini maka peluang Pemda Manggarai Timur berkolaborasi dengan BOP LBF dalam pengembangan destinasi wisata jadi sulit,” katanya.

Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden No.32/2018, sudah terbentuk Badan Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BOP-LBF) selaku koordinator pengembangan pariwisata di Pulau Flores.

Maksimus Rambung, warga Kampung Luwuk, Desa Satar Punda, sebutkan, Luwuk tempat indah karena diapit dua tanjung Kurbaja dan Terong Besi.

Dia cerita, seorang wisatawan Amerika selama setahun berada di Luwuk dan kagum keindahan daerah itu.

“Labuan Bajo jadi destinasi pariwisata super premium, dampaknya akan terasa hingga ke Luwuk. Kami sedang mengembangkan tambak ikan dan udang, bersiap diri memenuhi kebutuhan wisatawan. Tambang no way, tambak yes,” katanya.

Hutan mangrove di kedua sisi bekas dermaga mangan di Kampung Serise Desa Satar Punda,Kecamatan Lamba Leda,Kabupaten Manggarai Timur,NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

KDMP, kata Flory, menolak tambang batu gamping di Manggarai Timur dengan pertimbangan ekologis, ekonomis dan budaya.

Menurut dia, alasan ekologis, tambang merupakan kegiatan ekonomi ekstraktif akan merusak lingkungan hidup di wilayah itu. Kerusakan lingkungan di Pulau Flores bisa mempengaruhi kualitas hidup masyarakat baik jangka pendek maupun panjang.

Selain itu, kata Flory, budaya masyarakat Flores sangat erat dengan pertanian. Tambang, katanya, mengokupasi tanah ulayat juga lahan pertanian masyarakat. Ia berpotensi merusak atau menghilangkan berbagai ritual adat yang berkaitan dengan tanah ulayat.

Untuk alasan ekonomis, katanya, bagi masyarakat Flores, lahan pertanian merupakan aset sebagai sumber kehidupan mereka turun temurun.

“Pengalihan fungsi lahan pertanian jadi pertambangan merupakan proses pemiskinan sistematis terutama untuk generasi akan datang.”

Flory menyesalkan, pertambangan jadi jalan pintas pemerintah daerah yang malas berpikir guna mencari jalan membangun kesejahteraan masyarakat dengan pro kelestarian lingkungan.

Tak hanya KDMP protes rencana tambang batu gamping dan pabrik semen, sekitar 66 lembaga terdiri dari kelompok masyarakat, komunitas agama dan lembaga swadaya masyarakat berencana menggugat hukum penerbitan IUP operasi produksi Istindo Mitra Manggarai.

Langkah ini mereka mulai dengan penolakan dan menyampaikan surat kepada Gubernur NTT, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian ESDM hingga DPR.

“Kita ada 66 lembaga melakukan penolakan dan sudah menyampaikan surat kepada gubernur dan pihak terkait lain tetapi tidak digubris,” kata Umbu Wulang Tanaamahu Paranggi, Direktur Eksekutif Walhi NTT.

Umbu sebutkan, sudah ajukan surat permohonan informasi di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) NTT pada 4 Januari 2021.

Mereka meminta evaluasi IUP operasi produksi tambang batu gamping di Manggarai Timur. “Kita sudah bersepakat dengan teman-teman jaringan untuk gugatan hukum kepada pemerintah,” katanya. Flory membenarkan. Mereka juga upaya advokasi kepada masyarakat terdampak.

KDMP juga berupaya mengingatkan pemerintah daerah dan kementerian terkait mengenai risiko pemberian izin tambang dan pabrik semen.

“Terkait IUP operasi produksi yang sudah keluar dari Pemprov NTT, kami berencana upaya hukum berupa gugatan di PTUN,” katanya.

Bebatuan bekas tambang mangan yang masih berserakan di lokasi tambang mangan di Lingko Neni, Desa Satar Punda,Kecamatan Lamba Leda,Kabupaten Manggarai Timur,NTT. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

Bukan pemain baru

Dua perusahaan yang akan membuka tambang batu gamping dan pabrik semen, masing-masing PT Istindo Mitra Manggarai (IMM) dan PT Semen Singa Merah (SSM). SSM, anak usaha Hongshi Holding, satu perusahaan top Tiongkok.

Nama Istindo, sudah tak asing lagi bagi masyarakat Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Perusahaan ini pernah menambang mangan dan mau kembali lagi mengambil batu gamping sebagai bahan baku pabrik semen.

PT Istindo Mitra Perdana (IMP) pegang izin usaha pertambangan eksplorasi mineral logam yakni bahan galian mangan dengan luas wilayah 515,8 hektar. Pemegang saham Trenggono dan PT Mangan Reo Indonesia dengan alamat kantor di Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Kalau melihat perusahaan yang akan menambang batu gamping, dalam surat izin eksplorasi PT Istindo Mitra Manggarai (IMM) pemegang saham juga PT Mangan Reo Indonesia 95 % dan Trenggono 5%. Alamat kantor di Sawah Besar, Jakarta Pusat.

“Terkait dengan PT Istindo Mitra Manggarai dan PT Istindo Mitra Perdana, dua perusahaan sesungguhnya direktur utama sama, Trenggono,” kata Marsianus Jawa, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Kabupaten Manggarai Timur seperti dikutip dari Voxntt.

Maksimus bilang, kedua perusahaan ini pemilik sama. IMP pernah menambang batu mangan di tanah ulayat Kampung Serise.

Maksi bilang, luas tambang IMP sekitar 736,30 hektar dan mulai operasi produksi mangan pada 12 Oktober 2009, berakhir 2017. Penghentian operasi, katanya, terjadi karena amanat UU Mineral dan Batubara, yang mewajibkan perusahaan tambang mangan bangun smelter sendiri.

“Perusahaan ini macet dan menyisakan lubang tanpa reklamasi. Kini, IMP berganti baju jadi IMM dan akan bermitra dengan pabrik semen PT Semen Singa Merah,” katanya.

Flory mengamini Maksi. Istindo—kini muncul dalam baju berbeda, merupakan perusahaan sama.

Dia bilang, konsesi tambang mangan saat ini menyisakan limbah beracun dan lubang-lubang tambang yang tidak tereklamasi.

“Saat ini, masyarakat lingkar tambang menjadi korban atas proses penambangan yang tidak bertanggungjawab oleh Istindo,” katanya.

Mario Hideyuki, manajemen IMM, membenarkan kalau perusahaan itu yang menambang batu gamping di Lengko Lolok.

Mario menolak saat ingin diwawancarai lebih lanjut soal aktivitas perusahaan tambang. Dia beralasan, akan memberikan pernyataan kepada media usai proses penambangan batu gamping dan pabrik semen selesai.

Dia membenarkan perusahaan pabrik semen pun berkantor di tempat ini. Dia pun memberikan nomor telepon genggam dan berjanji menghubungi media apabila ada pernyatan pers.

“Mohon maaf untuk sementara kami belum bisa berikan jawaban. Nanti ada waktunya setelah semua proses selesai kami akan berikan keterangan kepada media,” katanya.

Tampak di estalase kaca terpajang berbagai jenis batuan bekas tambang. Beberapa warga Desa Satar Punda terlihat datang ke perusahaan. Kantor perusahaan di Reo, Ibukota Kecamatan Reok ini merupakan kantor lama.

Atap seng di beberapa titik bangunan kantor terlihat berkarat. Gerbang kantor perusahaan pun berwarna kecokelatan karena termakan usia. Pagar tembok membentengi kantor ini.

Petrus Klau, Kepala Bidang Penataan dan Pemanfaatan, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTT kepada Mongabay Indonesia, mengakui, proses analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) tambang batu gamping Istindo sudah selesai.

Saat konsultasi publik, katanya, ada tanggapan positif dan negatif. Berbagai tanggapan pro dan kontra, katanya, mereka masukkan dalam dokumen kerangka acuan dan dibahas. Pertama, soal lingkup kegiatan, kedua, jenis dampak lingkungan yang diperkirakan timbul akibat kegiatan itu.

“Secara teknis kita sudah membantu pemrakasa melingkup setiap dampak yang ditimbulkan hingga maju ke dokumen amdal serta RKL/RPL (rencana pengelolaan lingkungan hidup/rencana pemantauan lingkungan hidup).”

Dia bilang, potensi konflik dan keresahan masyarakat sudah dibahas. Namun rekomendasi dari komisi berisi kelayakan dan memenuhi syarat dengan beberapa pertimbangan.

Areal perswahan di Kampung Luwuk, Desa Satar Punda,Kecamatan Lamba Leda,Kabupaten Manggarai Timur,NTT yang dibiarkan terlantar akibat krisis air akibat dampak tambang mangan. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia

“Ketua komisi penilai amdal mengeluarkan rekomendasi kelayakan lingkungan dan ditindaklanjuti oleh Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu.”

DPPMTSP NTT pun mengeluarkan keputusan kelayakan lingkungan. Izin lingkungan ditandatangani Bupati Manggarai Timur. Karena DLH Manggarai Timur belum memiliki lisensi komisi penilai amdal, maka provinsi hanya membantu menilai dan mengeluarkan rekomendas. Izin lingkungan, katanya, tetap terbit oleh Bupati Manggarai Timur.

Hanya janji

Beberapa tahun lalu, tepatnya pada 2018, kala Gubernur, Viktor Laiskodat dan Wakil Gubernur NTT mau maju pilkada memasang slogan kampanye,” Victory Joss, tambang No Way.”

Josef Noe Soi, Wakil Gubernur NTT kepada Mongabay, pada 2018 mengatakan, masa kepemimpinan mereka berkomitmen menolak pertambangan.

Kala itu, alasan mereka, wajah NTT ‘kecil’ dan ‘cantik’ jangan rusak karena tambang. ‘Kecantikan’ NTT justru bisa ‘dijual’ dengan pariwisata.

“Izin yang sementara diusulkan termasuk yang sudah ada akan dicabut. Saya akan panggil kepala dinas dan cek apa saja yang sudah diberi izin. Risikonya saya akan dibawa ke pengadilan dan saya sudah siap menghadapinya,” kata Josef.

Wulang katakan, pada masa Gubernur Viktor Laiskodat menjabat keluar Surat Keputusan (SK) Gubernur NTT No 359/KEP/HK/2018.

SK ini tentang Penghentian Sementara Pemberian Izin Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di NTT pada 14 November 2018. Setelah dua tahun masa jabatan, SK ini pun dianggap tak segarang saat kampanye.

“SK ini tidak segarang apa yang dijanjikan Viktor saat kampanye mau menjadi gubernur.Janji hanya tinggal janji,” katanya.

Walhi NTT meminta pemerintah menaati aturan main berlaku seperti tak menabrak UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang di dalamnya, juga mengatur soal karst.

Wulang berharap, pemerintah tidak mengedepankan pencapaian ekonomi melalui budaya-budaya ekstraktif yang rakus air, rakus energi, padat modal dan memiliki daya rusak lingkungan hidup jangka panjang.

“Pemerintah seharusnya lebih berkomitmen memulihkan daya dukung lingkungan di NTT.”

Dia bilang, penting menopang sektor pertanian, perkebunan dan kelautan di NTT agar ada kemandirian pangan.

Perumahan warga di Kampung Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur, NTT yang berada di dekat pantai utara laut Flores.Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

Bahaya kesehatan

Melky Nahar, Kepala Kampanye Jaringan Adovaksi Tambang (Jatam), mengatakan, selain tambang, pabrik semen dalam proses produksi juga pakai bahan bakar kotor yakni batubara.

Pabrik berbahan bakar batubara ini melepas emisi sekaligus bisa mempengaruhi kualitas udara. Debu batubara bisa ganggu masyarakat. Debu batubara yang berterbangan bisa ganggu pernapasan, merusak tanaman dan sumber air bersih.

“Ini belum termasuk limbah pabrik semen, semisal debu dan partikel, yang masuk kedalam kategori limbah gas dan limbah B3,” katanya.

Limbah gas atau kepulan asap pembakaran batubara yang keluar bersamaan dengan udara akhirnya juga berdampak buruk bagi kesehatan warga.

Proses pembakaran batubara PLTU, katanya, juga menghasilkan partikel halus yang sangat berbahaya, PM2.5.

“Dalam jangka panjang, ini dapat menyebabkan asma, infeksi saluran pernapasan akut, kanker paru-paru dan memperpendek harapan hidup,” katanya.

Dia bilang, PLTU juga menghasilkan emisi Nitrogen Dioksida (NO2) dan Sulfur Dioksida (SO2) yang dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan dan jantung pada orang dewasa.

Bahkan, katanya, emisi ini dapat menyebabkan hujan asam yang merusak tanaman dan tanah, serta membawa kandungan logam berat beracun, seperti arsenik, nikel, krom, timbal dan merkuri.

Dalam berita Mongabay sebelumnya, pada 2015, laporan dari Universitas Harvard dan Greenpeace mengungkap soal kematian dini 6.500 jiwa dampak dari pencemaran PLTU batubara di Indonesia.

Penyebab kematian, 2.700 jiwa kena stroke, 2.300 jantung insemik, 300 kanker paru-paru, 400 paru obstuktif kronik, 800 lain karena penyakit pernafasan dan kardiovaskular. Ini karena paparan SO2, NOx dan PM 2,5 ditambah hujan asam, emisi logam berat seperti merkuri, arsenik, nikel, kromium dan timbal. Ditambah prediksi kematian negara tetangga Indonesia, mencapai 7.100 jiwa.

Angka ini diperoleh dari penelitian 42 PLTU di Indonesia, belum termasuk proyek 35.000 Megawatt yang dicanangkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu. Apabila program dijalankan, prediksi kematian dini akan melonjak menjadi 15.700 jiwa per tahun di Indonesia,dan 21.200 jiwa jika ditambah negara tetangga.

“Akumulasi dari setiap jenis aktivitas perusahaan, jelas tak hanya berisiko bagi masyarakat di Lingko Lolok dan Luwuk juga masyarakat sekitar yang terpapar dari seluruh jenis aktivitas perusahaan,” kata Melky.

Kali Wae Pesi dengan lebar mencapai sekitar 100 meter dengan yang menjadi pembatas Kota Reo,kabupaten Manggarai Manggarai di sebelah barat dan Desa Satar Punda Barat dan Satar Punda di Manggarai Timur. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

Keterangan: Tulisan ini merupakan liputan Fellowship Pasopati, kolaborasi Mongabay Indonesia dan Yayasan Auriga Nusantara.

Foto: Perbukitan dan lembah dengan sawah dan kebun di Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai timur,NTT yang tampak menghijau. Foto : Ebed de Rosary/Mongabay Indonesia.

Dipublikasi ulang dari www.mongabay.co.id

Leave a Reply