Mangkuris yang Panoramic dan Unik (Ekspedisi 2 FPKKT)

Seperti kita ketahui Mangkuris adalah salah satu pegunungan karst yang berada dalam kawasan Karst Sangkulirang-Mangkalihat. Pegunungan Karst Mangkuris memang tidak seluas dengan pegunungan karst lainnya seperti Tabalar, Kulat, Tondoyan, Tutunambo, Mardua, Gergaji, Mangkalihat, Tendehhantu ataupun Sekerat. Berdasarkan deliniasi on screen dengan penampakan morfologi pada data digital elevasi model dan citra alos yang Forum Peduli Karst Kutai Timur analisis maka diketahui bahwa luasan pegunungan Mangkuris adalah ± 165 Ha, sangat kecil dibanding luas pegunungan karst lainnya.

Kawasan Karst Mangkuris
Kawasan Karst Mangkuris

Namun sejak ekspedisi 1 Forum Peduli Karst Kutai Timur di Mangkuris maka kawasan pegunungan ini berhasil muncul dipermukaan dengan segala daya tarik potensinya baik dari sisi lanskapnya yang indah dan masih alami juga dengan adanya goa tapak tangan dengan rock art yang beragam dan berumur disamping itu Mangkuris juga mempunyai latar belakang budaya dan sejarah peradaban islam di Kutai pada masa dahulu. Tentu saja dengan potensi yang demikian maka Mangkuris menjadi tujuan pertama bagi para pegiat, peneliti ataupun para pengunjung karst Sangkulirang-Mangkalihat karena disamping akses jalan yang sudah sampai ke kaki Karst Mangkuris juga mudahnya untuk mencapai Goa Tapak Tangan yang ada di kaki Karst Mangkuris.

Rock Art di Gua Tapak Tangan (Foto: FPKKT)
Rock Art di Gua Tapak Tangan (Foto: FPKKT)

Kondisi ini tidak lantas membuat Forum Peduli Karst Kutai Timur menghentikan ekspedisi ataupun penelitiannya terhadap kawasan karst Mangkuris. Berdasarkan petunjuk penting dari Pak Pindi Setiawan (Peneliti Karst dari ITB) yang juga sebagai Ketua Dewan Pakar FPKKT yang mengatakan bahwa tidak mungkin goa tapak tangan itu sendirian atau tunggal dalam satu kawasan pegunungan karst maka FPKKT mengadakan ekspedisi 2 Mangkuris pada tanggal 2 Mei sampai 5 Mei 2016. Walau hasil penelitian sebelumnya dari Universitas Parahyangan dan Tim Deliniasi BPCB Kaltim juga hanya menemukan satu goa tapak tangan tapi tim ekspedisi FPKKT tetap melanjutkan ekspedisi karena keyakinan pada apa yang disampaikan oleh pak Pindi Setiawan yang memang telah bertahun-tahun meneliti dan banyak menemukan goa-goa rock art di kawasan karst Sangkulirang-Mangkalihat.

Perjalanan dimulai dari Sekretariat FPKKT di Sangatta tanggal 02 Mei 2016 pada pukul 15.30 Wita menuju Desa Karangan Dalam. Perjalanan yang awalnya lancar mendadak terhenti di jalan poros provinsi pada pukul 20.02 Wita tepatnya dekat simpang jalan menuju Pengadan. Salah satu mobil rombogan mengalami pecah ban pada bagian kiri belakang. Namun masalah ini nampaknya bukan hal berarti bagi tim ekspedisi, dalam waktu kurang dari 10 menit ban serep sudah terpasang rapi. Tepat pukul 22.00 Wita tim ekspedisi tiba di Karangan Dalam dan langsung menuju rumah orang tua salah satu anggota forum Saipul Anwar yang juga sekaligus Ketua Pemuda Karangan Peduli Bumi sebuah LSM pemerhati lingkungan yang ada di Karangan

Keesokan harinya tim ekspedisi melanjutkan perjalanan pada pagi hari menuju Mangkuris melewati Desa Batu Lepoq yang juga sekaligus desa terakhir yang dilalui sejak keberangkatan dari Sangatta. Sesampai di Karst Mangkuris maka tim ekspedisi menuju Insirman (mata air permanen yang keluar dari batu). Tempat ini sekaligus menjadi camp pemondokan tim eksepdisi. Telaga kecil/Insirman ini kemudian mengalir menembus batu menuju goa Chika dan mengalir menjadi Sungai Mangkuris yang melegenda sejak jaman Ibnu Ali Al Mangkurisi menyebarkan agama Islam di kawasan ini. Konon saat itu sangat ramai sekali penduduk di Mangkuris yang mana perumpamaannya bahwa pada siang hari air sungai Mangkuris surut sejengkal karena konsumsi penduduk saat itu mulai pagi hari, begitupun perumpamaan lainnya bahwa satu pelepah pohon kelapa jatuh pada pagi hari maka siang harinya telah hancur disebabkan lalu lalang penduduk Mangkuris saat itu.

Tutupan Tajuk Karst Mangkuris dari Puncak (Foto: FPKKT)
Tutupan Tajuk Karst Mangkuris dari Puncak (Foto: FPKKT)

Kondisi tutupan lahan vegetasi tumbuhan (flora) di Insirman dan Goa Chika termasuk dalam hutan lahan kering sekunder namun sudah beranjak menuju primer, perlu diketahui bahwa kawasan ini termasuk dalam kawasan yang terbakar hebat tahun 1982 dan 1997 saat musim kemarau melanda kawasan Sangkulirang-Mangkalihat. Walaupun kawasan Mangkuris masuk dalam areal IUPHHK-HT PT. Sumalindo Lestari tetapi kawasan ini tidak lantas dijadikan hutan tanaman oleh pemegang IUPHHK namun justru dijadikan kawasan konservasi. Berdasarkan perbincangan dengan manajer lapangan dengan forum mereka akan komitmen untuk menjadikan kawasan Karst Mangkuris sebagai kawasan konservasi bernilai tinggi. Dengan bekerja sama dengan forum dan lsm PKPB maka perusahaan menjadikan kawasan Mangkuris juga sebagai pusat penelitian, pengkajian dan pengembangan ekosistem karst mengingat beragamnya jenis tumbuhan di kawasan tersebut mulai dari Ulin, Meranti, Resak, Parashorea serta berbagai jenis Dipterocarpaceae lainnya, dari akar jangkang sampai yang berbanir semua ada di lokasi Insirman dan oleh Forum dan PKPB akan diinventarisir jenis dan diameter kemudian diberi label nama dan lainnya bahkan kedepannya akan diusulkan untuk diadopsi oleh pecinta dan tokoh-tokoh yang peduli pada kelestarian alam.
Sore harinya tim ekspedisi bersiap untuk menuju puncak Mangkuris 300m dpl dari Insirman dengan melewati sisi depan dan kanan goa Tapak Tangan menuju kepuncak. Jarak dari Insirman ke goa tapak tangan kurang lebih 500 meter setelah itu melewati pinggir tebing curam dan menuju puncak. Setelah setengah jam dari goa tapak tangan masa perjalanan menuju puncak maka tim ekspedisi yang dipimpin langsung oleh Ahyar Asdin Koordinator Ekspedisi dan Kampanye FPKKT berhasil sampai di puncak Mangkuris. Namun dikarenakan saat sampai waktu sudah masuk maghrib maka tim ekspedisi segera mencari tempat untuk menginap, tadinya direncanakan menginap di goa sisi bawah puncak Mangkuris namun karena kondisi waktu dan tebing yang tidak memungkinkan maka tim ekspedisi mencari tempat tidur beralaskan batu dan beratapkan langit. Namun malam berhasil dilewati dengan cerita panjang dari tim ekspedisi dan ditemani api unggun yang setia sampai pagi. Sebelum matahari menampakkan wujud dan sinarnya maka tim telah mendahului dan menantinya di puncak Mangkuris. Rasa kekaguman dan syukur kami tidak bisa kami sembunyikan atau ditutup-tutupi. Semuanya berdecak kagum dan bersyukur. Nampak lautan embun menutupi tajuk pohon beranjak tua yang berusaha muncul menanti matahari datang menyinari. Gugusan menara karst mangkuris tenang namun kokoh mengawasi harmoni alam ini. Sungguh keajaiban dan keagungan Tuhan dengan semua ciptaanNya ini.

Setelah mengambil dokumentasi dan data yang diperlukan maka Tim ekspedisi memutuskan turun dari puncak mangkuris menuju pondok di Insirman. Dalam perjalanan turun sesampai di Goa Tapak Tangan, kami bertemu dengan rombongan Wakil Bupati Kutai Timur yang juga menginap di Goa Lobang Haji beserta rombongan sebagai bagian dari rangkaian acar Ekspedisi 1 Kutai Timur. Setelah foto bersama semua rombongan kembali ke camp persemaian Sumalindo dan alangkah bahagianya kami karena Wakil Bupati Kutai Timur bapak Kasmidi Bulang berkenan melihat pondok kami yang jaraknya 500 meter dari jalan poros menuju camp persemaian tempat rombongan Ekspedisi 1 Kutai Timur menginap. Setelah menyempatkan sarapan bersama kami Tim Ekspedisi 2 FPKKT bapak Kasmidi Bulang meninggalkan pondok kami dan tak lupa beliau kami antar sampai ke persemaian.

Rock Art Flora Fauna (Foto: FPKKT)
Rock Art Flora Fauna (Foto: FPKKT)

Di siang harinya tanggal 4 Mei 2016 pukul 13.30 Wita tim ekspedisi saya bagi dua agar semua data yang dibutuhkan dapat terekam dan terperoleh, Tim satunya mengambil data di goa kelelawar di Goa Lobang Haji dipimpin Demmy yang juga sekaligus sebagai Koordinator Dokumentasi dan Publikasi FPKKT dan tim yang satu lagi saya utus untuk mencari goa yang ada gambar tapak tangannya gunung batu yang berdiri kokoh dibelakang pondok tempat kami tinggal dipimpin oleh Saipul Anwar.

Karena kondisi hujan yang cukup deras maka keselamatan dan kesehatan tim ekspedisi menjadi perhatian prioritas bagi dua tim ini. Dan saat matahari menjelang terbenam kedua tim sudah kembali ke pondok dengan selamat dan berhasil. Khusus untuk tim Saipul Anwar berhasil menemukan goa rock art baru di puncak salah satu menara karst Mangkuris dengan rock art berbentuk bunga dan pohon, temuan ini tentunya menyenangkan semua anggota tim karena bagaimanapun hal ini berhasil membuktikan apa yang disampaikan oleh pak Pindi Setiawan terkait goa rock art pasti tidak sendirian atau tunggal walaupun sebelumnya sudah dinyatakan bahwa di karst mangkuris hanya ada satu goa tapak tangan termasuk oleh ketua dan tokoh adat Batu Lepoq. Goa itu berada dipuncak karst dan sangat sulit untuk dijangkau oleh pengunjung kecuali mempunyai kemampuan atau pengalaman memanjat tebing atau karst.

Malam terakhir kami habiskan dengan canda tawa dan bernyanyi bersama dan keesokan harinya kami berkemas dan meninggalkan pondok Insirman dengan hati riang dan semangat tinggi untuk terus menjaga dan mengelola kawasan karst Mangkuris agar terus lestari, berbudaya dan mensejahterakan masyarakat Kutai Timur khususnya masyarakat Karangan. Harapan kami sendiri dengan adanya Forum Peduli Karst Kutai Timur yang kami bentuk ini agar dapat menjadi mitra bagi semua pihak pegiat dan pecinta Karst terutama Pemerintah Kutai Timur. Forum berharap semua SKPD terkait agar bisa menjadikan kami mitra kerja dan bukan justru sebagai ancaman eksistensi dari SKPD terkait itu sendiri. Mengingat semangat tinggi yang Bupati dan Wabup tunjukkan sudah seharusnya kita semua membantu beliau wujudkan pengelolaan karst yang lestari di Kutai Timur. Bagaimana agar Karst itu menjadi manfaat bagi masyarakat dengan kesejahteraan namun tetap lestari sehingga kedepan kita dapat mewariskan budaya, ilmu pengetahuan dan kesejahteraan dari pengelolaan ekonomi karst yang bijak dan tidak merusak melalui warisan budaya, ekogeowisata dan perlindungan ekosistem karst Kutai Timur.

Proud it, Share it and Save it (Foto: FPKKT)
Proud it, Share it and Save it (Foto: FPKKT)

Irwan, Ketua Forum Peduli Karst Kutai Timur

Leave a Reply