Text
KONDISI DAERAH TANGKAPAN SUNGAI BAWAH TANAH KARST GUNUNGSEWU DAN KEMUNGKINAN DAMPAK LINGKUNGANNYA TERHADAP SUMBERDAYA AIR (HIDROLOGIS) KARENA AKTIVITAS MANUSIA
Sebagai suatu daerah, wilayah Kabupaten Gunung Kidul dikenal sebagai kawasan yang tandus, dan selalu menderita kekurangan air untuk mencukupi kebutuhan domestik. Anggapan ini adalah sebagai akibat kondisi geomorfologi sebagian besar wilayah Kabupaten Gunung Kidul yang dicirikan oleh bukit‐bukit berbatuan gamping yang dikenal sebagai daerah karst. Apakah yang bisa kita jelaskan dengan terminologi karst? Ford dan Williams (1992) mendefinisikan istilah karst sebagai medan dengan karakteristik hidrologi dan bentuklahan yang diakibatkan oleh kombinasi dari batuan yang mudah larut (soluble rock) dan mempunyai porositas sekunder yang berkembang baik. Sebagai akibatnya, kawasan karst dicirikan dengan minimnya sungai permukaan dan berkembangya jalur‐jalur sungai bawah permukaan (sungai bawah tanah=SBT). Karst di wilayah Gunung Kidul termasyhur di dunia dengan sebutan karst Gunung Sewu yang diperkenalkan pertama kali oleh Danes (1910) dan Lehmann (1936). Karst ini dicirikan dengan berkembangnya kubah karst (kegelkarst), yaitu bentukan positif yang tumpul, tidak terjal atau sering diistilahkan kubah sinusoidal. Kegelkarst oleh Sweeting (1972) dikategorikan sebagai bagian dari tipe karst tropis. Apakah karst Gunung Sewu di Kabupaten Gunung Kidul miskin air? Dari hasil inventarisasi oleh MacDonalds and Partners (1984), ternyata terungkap bahwa terdapat beberapa SBT dengan debit yang besar dan melimpah (Bribin‐1500 lt/dt, Seropan –400 lt/dt, Baron‐8000 lt/dt, Ngobaran‐150 lt/dt), terdapat belasan sistem SBT dengan debit dibawah 100 lt/dt, dan terdapat pula ratusan mataair dengan debit yang bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa sistem SBT dan keluarannya berupa mataair tentunya mempunyai kantong‐ kantong atau reservoir air yang mengimbuhnya dalam jumlah simpanan yang besar.
Sekitar sepuluh tahun terakhir ini, banyak opini di kalangan pemerhati kawasan karst Gunung Sewu (akademisi, praktisi, pecinta alam, speleolog, LSM, pemerintah, orang awam, dll) tentang apakah maraknya kegiatan penambangan dan kegiatan lain yang bermotif ekonomi akan mengurangi kapasitas simpanan air di karst Gunung Sewu? Dan apakah kegiatan‐kegiatan tersebut merupakan ancaman bagi keberlangsungan potensi sumberdaya air di karst Gunung Kidul, khususnya yang berupa SBT dan mataair. Untuk itulah, maka tulisan ini akan menjelaskan konsepsi dasar media penyimpan air di kawasan karst Gunung Sewu, peranan aliran yang bersifat lambat pada lorong‐lorong yang kecil di bagian atas bukit‐bukit karst, serta perkiraan dampak aktivitas manusia terhadap keberlangsungan sumberdaya air SBT beserta penjelasan mekanismenya. Contoh‐contoh kasus yang banyak digunakan pada tulisan ini adalah pada kawasan sistem SBT Bribin‐Baron.
Tidak ada salinan data
Tidak tersedia versi lain