Edisi Mencari Keseimbangan

EDISI MENCARI KESEIMBANGAN:

Melakukan Ekspedisi pada 18-20 Maret 2016, untuk pengamatan Geofisik, Hidrogeologi dan Biologi di wilayah Formasi Batu Gamping Kaloy (Peta Geologi Lembar Langsa 1981) di Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Propinsi Aceh.

Dalam kegiatan tersebut kami mengidentifikasi adanya Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) Kelas 1, berbentuk Gua Horizontal. Berdasarkan hasil pengamatan secara Umum, dimensi ruang pada Gua diprakirakan memiliki Lebar 1,5 – 35 meter dan tinggi 1,5 – 100 meter. Sedangkan prakiraan panjang lorong gua berdasarkan perhitungan jarak tempuh balik tanpa henti kecepatan normal memakan waktu 34 menit atau setara 2.040 detik x Kecepatan Normal langkah orang dewasa 1,36 meter/dtk = 2.774,4 meter atau sekitar 2,7km. Analisa perhitungan panjang lorong juga dilakukan melalui kajian struktur bentang alam berdasarkan Citra Landsat dan topografi. Namun demikian, penelitian lebih detil hendaknya dapat dilakukan oleh Badan Geologi Kementrian ESDM RI untuk selanjutnya dapat ditetapkan sebagai KBAK sebagai Kawasan Lindung Geologi Nasional.

Dari lokasi KBAK berupa gua ini juga diketahui berada di dalam IUP Eksplorasi Batu Gamping Industri Semen PT Tripa Semen Aceh, di Desa Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Propinsi Aceh.

Sungguh mengherankan ketika perusahaan tersebut di dalam dokumen AMDAL (yang sedang dibahas) menyatakan diri akan melakukan kegiatan penambangan yang baik dan benar (Good Mining Practice), tapi seakan tidak melihat jika dalam wilayah eksplorasinya terdapat Kawasan Karst sebegitu besarnya.

Menjadi ironi ketika pemerintah setempat terkesan memaksakan diri untuk tetap merealisasikan kegiatan itu dengan pertimbangan dapat terserapnya tenaga kerja lokal (yang katanya) sebanyak 2.000-an orang selama kurun waktu 70-an tahun.

Mungkin dia lupa, jika nantinya dia justru akan mengorbankan puluhan ribu orang atas pengrusakan salahsatu zona tangkapan air terbesar di daerahnya. Saat ini saja, di musim kemarau, lebih dari 5 desa di kabupaten itu dilanda kekeringan. Ribuan masyarakat setempat mengeluhkan ketiadaan air akibat keringnya sumber air tanah. Banyak yang menuding kekeringan akibat maraknya konversi kawasan hutan menjadi perkebunan (terutama) kelapa sawit. Pemerintah setempat pun di dalam pemberitaan media massa menyatakan telah memberikan BANTUAN air kepada masyarakat yang dilanda kekeringan.

Sekedar merenungi; Memberikan peluang kerja sebanyak 2.000-an orang dengan konsekuensi kehilangan sumber air bagi puluhan ribu orang, atau mengubah konsep pemanfaatan wilayah itu dengan tetap menyelamatkan sumber air sebagai penghidupan puluhan ribu orang?

Kita amati saja kebijakan yang dia ambil. (M. Oki Kurniawan)

Related Posts

Leave a Reply